Nadran Gebang Mekar Cirebon
Lokasi kota Cirebon yang bersinggungan langsung dengan pantai laut utara pulau Jawa, memiliki kebudayaan yang menjadi bagian dari masyarakat nelayan disana. Seperti diwilayah lainnya di bagian lain di Idonesia yang bersentuhan langsung denga pantai, Nadran merupakan suatu ritual sedekah laut, sebagai bentuk rasa syukur atas apa yang masyarakat nelayan dapat sebelumnya sekaligus harapan atas hasil yang lebih baik setelahnya.
Kami hadir di desa Gebang Blok Pletoran Cirebon pagi harisekitar pukul 6 pagi, dan melihat masyarakat telah menyiapkan kereta ider-ideran yang telah dihias sedemikian rupa( arak arakan) semacam karnaval yang akan mengawali hari sebelum puncak acara melarung sedekah kelaut nanti. Kan tetapi kami melihat sebuah truk sedang memuat peralatan gamelan, ternyata pertunjukan wayang yang juga kami nantikan, yang memang biasanya memang menjadi bagian dari acara Nadran ini telah dilakukan semalam. Jadi ya kami melewatkannya.
Setelah sarapan pagi Sinta Ridwan mencari tahu perahu mana yang akan menjadi sesaji utama, beruntung dia bertanya pada orang yang tepat salah satu panitia membawa saya dan Sinta ke tempat dimana sesaji telah disiapkan disuatu rumah yang kemudian ketika orang-orang sibukdengan ider-ideran sesaji itu akan dimuat kedalam perahu yang akan dijadikan sebagai tempat melarung nantinya. Beliau adalah Pa Waqim, saya kira dia adalah salah satu sesepuh desa, sehingga beliau dipercaya sebagai orang yang akan melarung sesaji nanti.
Beliau sangat ramah, bahkan membuka beberapa sesaji yang awalnya tertutup. Saya kira macam-macam sesaji tersebut cukup sederhana, akan tetapi saya percaya sesaji utama tersebut memiliki makna yang cukup dalam. Yang utama adalah kepala kerbau. Lalu ada jeroan kerbau, uduk,puncak manik, ayam bakakak, buah-buahan, teh-kopi, rujakan, bubur merah-bubur putih, hasil laut, kelapa dan hahampangan ( makanan ringan).
Sektar pukul Sembilan pagi disaat orang-orang tengah asyik mengikuti arak-arakan, dibantu oleh beberapa orang, kami melihat Pak Waqim mulai mengangkut sesaji tadi keatas perahunya. Kami pun mengikuti mereka ke atas perahu tersebut, oya merekapun membuat semacam miniature perahu, dimana miniature prahu tersebut akan dijadikan tempat sesaji ketika dilarungkan nantinya. Jadi ada perahu didalam perahu. Beruntung kami dizinkan untuk ikut menaiki perahu tersebut nantinya.
Beberapa saat setelah sesaji disusun, Pak Waqim mulai melantunkan doa-doa pembuka sebelum perahu berlayar kelaut lepas. Tak lama kemudian kami beserta beberapa aparat desa mulai berlayar. Ternyata dilaut telah ada banyak perahu-perahu lain yang juga membawa serta sanak keluarganya beserta sesaji mereka sedang berputar-putar. Dan mereka rupanya mencari perhu yang membawa sesaji utama.
Disitu saya baru sadar kenapa sesaji-sesaji utama dibawa ketika oaring-orang sedang asyik dengan arak-arakan. Agar orang-orang tidak tahu perahu mana yang akan membawa sesaji utama tersebut. Sehingga sekarang perahu-perahu lain berputarputar mencari perahu pembawa sesaji utama ini.
Beberapa saat setelah kami berlayar perahu-perahu lain mulai menyadari bahwa didalam perahu kami ada miniatur perahu yang sudah pasti membawa sesaji utama, disitu perahu-perahu lain mulai mengejar perahu yang kami tumpangi ini, mungkin ada lebih dari 30 perahu yang mengejar kami.Disaat yang sama Pak Waqim terus berkomat-kamit membacakan doa yang merupakan bentuk rasa syukur, keselamatan sekaligus doa harapan untuk kebaikan seluruh desa.
Sesampainya dilaut lepas dimulailah persiapan pelarungan sesaji, perahu-perahu yang tadi mengejar perahu yang kami tumpangi pun mulai mengelinlingi kami dan bersiap-siap untuk mendapatkan sesaji yang akan dilarung. Dan begitu sesaji dilarung orang-orang mulai mengambil air laut dengan menggunakan gayung dan ember, dan menyiramkan air laut tersebut keparahu mereka masing-masing. Ada doa dan harapan yang baik didalam setiap air laut yang mereka siramkan. Semoga keselamatan dan berkah menyertai seluruh nelayan dan penduduk desa. Sebuah pengalaman yang menarik, yang pernah saya dapatkan.
Terima kasih untuk :
Sinta Ridwan, Ahmad Syauqi, Jimmy Martin Mayarif, Eka Boek